Boundaries: Cara Sehat Membuat Batasan Tanpa Merasa Bersalah

Dalam hubungan apa pun, entah itu keluarga, pertemanan, ataupun pekerjaan, kita sering diminta untuk “mengerti”, “membantu”, atau “mengalah”. Tetapi pada satu titik, kita perlu memahami bahwa hidup sehat tidak hanya soal makan bergizi dan olahraga, tetapi juga tentang menjaga diri secara emosional.

Di sinilah konsep boundaries (batasan) menjadi sangat penting, terutama untuk remaja dan ibu-ibu muda yang sering memikul banyak peran sekaligus.

Menetapkan batasan bukan berarti egois. Justru, ini adalah keterampilan hidup modern yang membantu kita tetap waras, tidak mudah capek mental, dan tetap bisa hadir sebagai versi terbaik bagi orang-orang yang kita sayangi.

Sahabasya, kali ini, kita akan membahas apa itu boundaries, mengapa banyak orang susah membuatnya, sampai bagaimana mempraktikkannya tanpa rasa bersalah.


Apa Itu Boundaries dan Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Sebelum belajar membuat batasan, kita perlu memahami konsep dasarnya. Boundaries adalah “garis tak terlihat” yang memisahkan kebutuhan, emosi, dan ruang pribadi kita dari orang lain. Bayangkan seperti pagar rumah, bukan untuk menjauhkan orang, tetapi untuk melindungi apa yang penting bagi kita.

Boundaries
Boundaries

Di era modern seperti sekarang, tekanan sosial dan ekspektasi sering membuat orang merasa harus selalu tampil sempurna: respons cepat, selalu ada untuk semua orang, tidak boleh menolak bantuan, dan harus tetap terlihat baik. Jika dibiarkan, ini bisa memicu stres kronis, kelelahan emosional, dan akhirnya burnout.

Penelitian dari Journal of Counseling Psychology menunjukkan bahwa orang yang memiliki batasan diri yang sehat cenderung memiliki tingkat kecemasan lebih rendah, merasa lebih berdaya, dan lebih mampu mengelola hubungan secara dewasa.

Artinya, boundaries bukan hanya sekedar aturan sosial, namun ini merupakan bagian dari perawatan diri. Baca juga Apa Itu People Pleaser? Penyebab, Ciri-Ciri, dan Cara Berhenti Menyenangkan Semua Orang.


Mengapa Banyak Orang Sulit Membuat Batasan?

Kalimat “Aku nggak enak nolak...” adalah alasan paling umum kenapa seseorang kesulitan membuat batasan. Tetapi ada lapisan yang lebih dalam. Pada bagian ini, kita bahas hal-hal yang sering membuat remaja maupun ibu-ibu muda merasa terbebani saat ingin menetapkan batasan.

Pertama, banyak dari kita tumbuh di lingkungan yang mengajarkan bahwa menjadi “anak baik” berarti selalu menuruti orang lain. Pola asuh seperti ini secara tidak langsung membentuk kecenderungan menjadi people pleaser, yaitu seseorang yang takut mengecewakan orang lain.

Kedua, ada rasa takut terhadap konflik. Banyak orang menghindari situasi tidak nyaman, termasuk mengatakan “tidak”. Padahal, kemampuan menolak adalah bagian dari komunikasi yang sehat.

Ketiga, keinginan untuk diterima. Manusia adalah makhluk sosial yang ingin disukai. Tetapi jika penerimaan orang lain menjadi prioritas utama, kita bisa kehilangan identitas diri dan sulit memahami apa yang benar-benar kita butuhkan.


Jenis-Jenis Boundaries yang Perlu Kita Pahami

Agar lebih mudah mempraktikkan batasan dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu mengetahui bahwa boundaries tidak hanya tentang waktu atau tenaga. Ada beberapa bentuk batasan yang sebenarnya sangat penting.

1. Batasan Emosional

Ini adalah batasan yang melindungi perasaan kita. Misalnya, tidak semua masalah orang harus menjadi beban kita. Kita boleh mendengar, tetapi tidak wajib memikul semuanya.

2. Batasan Fisik

Meliputi kebutuhan pribadi seperti ruang, privasi, dan sentuhan. Contoh sederhana: tidak ingin dipeluk oleh orang yang kurang dekat.

3. Batasan Waktu

Waktu adalah aset berharga. Menolak permintaan yang mengganggu jadwal atau waktu istirahat adalah bentuk batasan yang sehat.

4. Batasan Energi

Kita punya kapasitas emosional yang berbeda setiap hari. Tidak apa-apa menolak karena lelah, bahkan jika alasannya bukan “urgent”.

5. Batasan Digital

Di era modern, ini sangat penting. Contoh: tidak membalas pesan di luar jam tertentu, atau menolak dibagikan fotonya tanpa izin.


Cara Praktis Membuat Boundaries Tanpa Merasa Bersalah

Bagian ini adalah inti dari pembahasan kita: bagaimana cara menyampaikan batasan dengan tenang, tegas, tetapi tetap sopan. Remaja dan ibu muda sering merasa tidak enak atau takut disangka kasar. Padahal, ada teknik yang membuat batasan terasa lebih ringan dan natural.

1. Gunakan Teknik “I Statements”

I statements membuat kita bisa menyampaikan kebutuhan tanpa menyalahkan orang lain. Contoh: “Aku butuh waktu sebentar untuk istirahat, jadi aku nggak bisa ikut dulu.

2. Berikan Jawaban Netral

Contoh kalimat: - “Aku cek jadwalku dulu ya.” - “Sepertinya aku belum bisa bantu sekarang.” - “Aku butuh waktu untuk pikir dulu.”

3. Tentukan Batasan Sebelum Lelah

Kuncinya adalah konsistensi. Jangan tunggu sampai emosi memuncak. Buat batasan lebih awal, misalnya: jam 9 malam adalah waktu tanpa pesan kerja.

4. Jangan Menjelaskan Terlalu Banyak

Semakin panjang penjelasan, semakin besar peluang orang untuk “menawar”. Jawaban singkat justru lebih sehat.

5. Latihan Perlahan

Mulai dari hal kecil, misalnya menolak pinjam barang jika tidak nyaman. Semakin sering dilatih, semakin natural rasanya.


Cara Menerapkan Boundaries dalam Kehidupan Sehari-hari

Teori tanpa praktik hanya akan jadi pengetahuan. Jadi bagian ini membahas situasi nyata yang sering dialami pembaca kita: ibu rumah tangga, remaja, mahasiswa, hingga pekerja kantoran.

1. Di Keluarga

Situasi paling sulit karena ada budaya “harus patuh”. Contohnya: “Kak, aku lagi capek banget. Bisa bantu adik sebentar ya?”

2. Di Pekerjaan

Aturan penting: pekerjaan selesai tetap butuh istirahat. Kalimat batasan: “Saat ini aku sedang fokus tugas lain, aku update setelah selesai.”

3. Di Pertemanan

Tidak semua ajakan nongkrong harus diterima. “Aku mau istirahat dulu ya, next time ikut.”

4. Di Media Sosial

Contoh batasan: tidak membalas chat setelah pukul 21.00, atau tidak langsung mengangkat telepon jika sedang butuh me time.


Bagaimana Jika Orang Tidak Suka dengan Batasan Kita?

Ini yang sering ditakutkan banyak orang: reaksi pihak lain. Tetapi kita perlu memahami bahwa orang yang keberatan biasanya adalah orang yang selama ini diuntungkan oleh ketidaktegasan kita.

Batasan bukan untuk membuat orang tersinggung, tetapi untuk melindungi keseimbangan diri. Jika sebuah hubungan memburuk hanya karena kita menjaga diri, mungkin selama ini hubungan tersebut tidak seimbang.

Lagipula, orang yang menghargai kita akan memahami bahwa batasan adalah tanda kedewasaan.


Menjaga Batasan Adalah Bentuk Self-Love

Membuat boundaries bukan hanya tentang mengatakan “tidak”—ini tentang memahami bahwa kesejahteraan diri sendiri adalah prioritas. Remaja dan ibu-ibu muda di era modern perlu memiliki ruang untuk berkembang tanpa tekanan berlebihan dari lingkungan.

Sahabasya, mulailah dari langkah kecil, komunikasikan dengan tenang, dan ingat bahwa menjaga diri bukan tindakan egois. Justru dari sinilah energi untuk mencintai orang lain muncul.


Disclaimer

Informasi dalam artikel ini bertujuan untuk edukasi dan tidak menggantikan diagnosis atau perawatan profesional. Jika Anda mengalami gejala stres, kecemasan, atau gangguan mental yang mengganggu aktivitas harian, konsultasikan dengan psikolog atau tenaga kesehatan profesional.

Posting Komentar untuk "Boundaries: Cara Sehat Membuat Batasan Tanpa Merasa Bersalah"